Rinai hujan mulai mereda, meski waktu telah memasuki siang, suara pengajian mulai terdengar dari toa masjid, udara masih menyisakan sejuk yang mengapit ke setiap ruang. Matahari tak lagi malu, dan sinarnya telah berani menyeruak masuk dari celah jendela rumah panggung kami. Momen ini sangat indah, terutama di Ramadan kali ini yang telah mengampu hari ke delapan pada tahun ini, 2020, 1441 H.
Kertas yang telah kutorehkan sketsa perpaduan seni abstrak dan kaligrafi seadanya, hampir selesai. Selain menulis, menggambar juga merupakan hobi saya. Sering kulamunkan tentang perjalanan hidup di dalamnya, lalu membagikannya, berharap bermakna pula bagi yang lain untuk mengambil pelajaran.
Tergugu sejenak, lama memandang dan mengamati sehelai uban pendek yang spontan kucabut, kemudian kusesali karena telah mencabutnya. Usia tiga puluh, sudah saatnya untuk mengambil dan mengutip intisari hidup yang berputar. Ujian silih berganti, sabar dan syukur yang terus dipupuk untuk menopang hati. Uban, ya uban. Tak sengaja menemukannya ketika menyisir.
Rambut orang Indonesia cenderung berwarna hitam. Tatkala usia semakin beranjak, produksi melanin pada rambut mulai berkurang, kadarnya semakin sedikit. Warna rambut yang semulanya hitam, secara berangsur berubah ke tahap menjadi kemerahan, abu-abu, dan kemudian menjadi putih. Ketika rambut menjadi putih, lumrahnya disebut uban.
Sejak seseorang mulai menyadari bahwa uban telah tumbuh, meski sehelai-duahelai di kepalanya, sungguh dengannya seharusnya untuk mengelola hati, menuju peningkatan jiwa yang lebih baik, mendidik diri agar tak lebih buruk dari hari yang sudah.
Uban bukan sekadar fenomena tubuh yang biasa, ada makna mendalam apabila disingkap. Uban akan menjadi cahaya di hari akhir kelak, menjadi saksi perjalanan hidup. Sebab, usia yang bertambah tidak menjamin seseorang dewasa dalam berkarakter. Bahkan ada remaja yang lebih bijaksana dari orang yang lebih tua, dari segi umur.
Masa Covid-19 seperti saat ini, kita hanya 'sedang' belajar dan tumbuh dari keadaan. Bukankah sesederhana itu menenangkan jiwa? Aktivitas fisik jangan sampai melupakan perjalanan batin. Mendidik hati, mengambil hikmah dari apa pun, termasuk dari sehelai uban.
"Hiburlah hatimu, siramilah ia dengan percikan hikmah. Seperti halnya fisik, hati juga merasakan letih." (Ali bin Abi Thalib)
Hikmah ibarat penopang batang yang lapuk dan mulai rapuh.*
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Masa pandemi jangan sampai membuat diri kita tergerus melemah oleh keadaan, semangatnya harus diupayakan selalu sama, untuk meraih diri yang baik dalam hal dunia pun akhirat. Semoga Ramadan selalu membentuk hati kita lebih baik dari sebelumnya, insyaallah. Sebab, belajar tak hanya di 'sekolah', kehidupan adalah ruang lingkup belajar setiap saat.
Momentum Hari Pendidikan Nasional ini sangat cocok bagi kita, khususnya diri saya
pribadi untuk mendidik hati, mentarbiyahkan hati untuk membentuk kepribadian islami
yang sempurna sebagai muslimah, baik di sisi ilmu nyata, iman, akhlak, sosial dalam
bermasyarakat dan sebagainya, dan naik ke
tingkat mendekati kesempurnaan sebagai
manusia, yang kesempurnaan hanya milik Allah. Apalagi dengan apa yang telah
saya pribadi renungkan dari sehelai uban tersebut, bahkan hanya dari sehelai
uban siapapun dari kita dapat belajar. Belajar menata hati, belajar lebih
dewasa dalam berpikir dan bersikap, belajar mengelola kehidupan, sampai
kehidupan rumah tangga bagi yang sudah menikah. Pendidikan melebur dalam segala
aspek, setiap hari kita belajar, terus memperbaiki diri menjadi lebih pantas,
jangan sampai Ramadan berakhir begitu saja tanpa dapat kita pelajari dari bulan
yang mulia ini. Maka, yuk mengubah diri agar lebih baik dari sebelumnya! [RAn]
*
#inspirasiramadan #dirumahaja
#BERSEMADI_HARIKE-2
(BERkarya SElama raMadan di blog pribaDI)
Bersama #flp #flpsurabaya
Good job Rahma
BalasHapusTerimakasih, Kak Mala. 😊
HapusGood job Rahma
BalasHapusMasyaallah
BalasHapus💕
Hapus