Langsung ke konten utama

Oasera Bagian Satu | Oase Rahma An



Hari ke lima belas di Ramadan kali ini, bahkan sahur pun kami tak tenang menikmati, tidur tak mampu nyenyak, hujan deras terus belum berhenti dalam acuan reda. Halaman dan pekarangan sekeliling rumah telah banjir, beberapa senti lagi kemungkinan akan masuk ke dalam rumah, jika terus saja tumpah air dari langit. Bahkan ada beberapa rumah lainnya yang sudah masuk ke dapur mereka. Biasamya sederas bagaimana pun, air hanya tergenang di halaman saja, kecuali masa banjir bandang kiriman dari wilayah yang berbeda.

Belum lagi jemuran yang belum jelas kapan keringnya, padahal yang kotor lainnya pun sudah mulai menumpuk lagi. Berita masih terus saja membahas tentang wabah Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhir. Ada pula berita bayi yang diduga meninggal karena ditelantarkan oleh pihak rumah sakit, karena efek antisipasi pandemi, sedih sekali membaca postingan orangtuanya yang terpukul kehilangan anaknya yang cantik itu yang baru memasuki usia satu bulan, kecewa karena ketidakpedulian rumah sakit. Ikut merasakan bagaimana kehilangan anak, karena kami pun pernah mengalaminya, saat ini hanya dapat memeluknya dalam doa. Beredar pula kabar, YouTuber yang membuat konten ‘prank’ melebihi ambang batas etika, yang mana memberikan kotak bantuan sembako yang isinya katanya adalah makanan, padahal isinya adalah sampah dan batu bata, kepada orang yang ditemukan di jalan. Padahal masa seperti ini setiap orang di segala aspek sedang kesusahan, sangat bahagia apabila ada bantuan, namun ternyata masih banyak yang tidak peka, tidak peduli, bahkan seperti hilang hati nuraninya.

Konon lagi, pihak Perusahaan Listrik Negara, yang dikabarkan banyak media berita daring yang valid, dikeluhkan oleh banyak masyarakat, menaikkan harga tanpa pemberitahuan, tunggakan listrik bagi pelanggan mencapai hampir tiga kali lipat dari biasanya, alasannya karena di rumah saja maka pemakaian arus listrik lebih tinggi, entah hasil penelitian darimana yang diambil mereka. Bahkan kami sendiri merasakan dampaknya, sebenarnya makin dalam kondisi seperti ini, kami pribadi makin hemat pemakaian listrik, rata-rata pengakuan seperti itu, namun bagaimana bisa disamaratakan kenaikan drastik tak berperasaan seperti itu. Ketika banyak orang dirumahkan, banyak orang kehilangan pekerjaan, tambah lagi semua serba mahal, dan masih dalam kasak-kusuk kehati-hatian untuk meminimalisir wabah, serasa dicekik dari segala arah. Kemudian ada pemberitaan yang menginformasikan, bahwa Presiden menyatakan bahwa rakyat harus berusaha berdamai dengan wabah, bagaimana mungkin seorang kepala negara sampai hati berkata seperti itu? Entah apa yang melatarbelakangi pemimpin sehingga keluar kalimat yang sangat sensitif di tengah keadaan seperti ini, mungkin memang ada alasan tertentu yang kita hanya mampu menerka-nerka.

Rakyat dipangkas perekenomian dari segala bidang, banyak pejabat yang bahkan mengangkat tangan tak ingin mengambil bagian, meski banyak lembaga sosial lainnya bersatupadu bergerak untuk kemanusiaan, sungguh simpati dan empati sebagian orang kaya dan pejabat telah hilang. Rakyat dianjurkan di rumah saja, akan tetapi setelah banyak kehilangan pemasukan demi pemenuhan kebutuhan tuntutan hidup, malah semakin dicekik. Bahkan untuk menulis segala keluhan,  agar pemerintah berupaya adil dan merata, rakyat harus khawatir agar tidak dipolisikan, suara rakyat telah dicekal dalam tanda kutip, atau mungkin sekilas bahwa rakyat yang hanya terlalu membawa ke perasaan dan bodoh dengan sistem pemerintahan.

Berpaling dari segala beban di atas, yang belum utuh semua dijabarkan, narasi ini ingin saya alihkan ke muhasabah diri dan bersama. Sungguh kerusakan di bumi ini adalah ulah tangan kita juga sebagai manusia. Banyak aturan baik yang kita langgar, dan yang dilarang malah abai dan dengan jelasnya melaksanakan. Saat kita beribadah tak lagi karena mengharap ridha Sang Pencipta, kita hanya melakukan serangkaian amalan hanya untuk ingin terlihat baik di mata manusia yang lain mungkin, karena itu hanya karena kebiasaan turun-temurun mungkin.

“Celakalah orang-orang yang salat, yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya.” ( QS Al-Ma’un : 4-5)

Salat adalah hal pertama yang kelak akan dihisab, dipertanggungjawabkan ke hadapan Allah. Jika manusia yang mengaku beragama Islam salat dengan benar, maka akan benarlah apa-apa yang dilakukan di kehidupan sehari-hari, pun sebaliknya. Bagaimana mungkin manusia dapat menjalankan hal baik dengan benar terhadap sesama manusia, jika kepada Tuhan yang Maha Esa saja tak bisa menjalankannya dengan benar. Demikian halnya pula dengan ibadah puasa, apabila hanya sekadar menahan lapar dahaga saja, tanpa memahami makna yang jauh lebih dalam dari puasa itu sendiri, maka nihil. Mengejar sepuluh terakhir Ramadan akan tidak ada hikmahnya bagi manusia yang tidak ingin mengutip pembelajaran dari kehidupan yang sementara ini. Bersabar dan bersyukur adalah tameng untuk mengelola hati dengan segala kondisi saat ini, dan terhadap segala ujian yang lainnya, semoga.  [RAn]


*
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#BERSEMADI_HARIKE-8
Bersama #flp #flpsurabaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Irama Bacaan Al-Qur’an

doc.animasipro | Rahma An *galeri Membaca Al-Qur’an dengan irama atau suara yang merdu dikenal dengan tilawah Al-Qur’an. Tilawah sudah dikenal sejak lama, yaitu membaguskan intonasi bacaan Alquran dengan menyertakan hati yang khusyuk. Membaca Alquran dengan indah akan lebih mudah dalam mendalami maknanya. Banyak pendapat ulama bahwasanya tilawah bukan sekadar membacanya dengan tartil, akan tetapi juga harus sesuai tajwid, makhraj, dan menyesuaikan dengan hukum bacaan. Tilawah adalah amalan yang dianjurkan, karena Allah menyukai orang yang membaguskan bacaan Qur’an-nya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam pernah lewat ketika Abu Musa sedang membaca Al-Qur’an, Nabi berhenti untuk mendengarkan bacaan sahabatnya tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh ia (Abu Musa) telah diberi keindahan suara sebagaimana keindahan suara keturunan Nabi Daud.” (HR Bukhari, Muslim) Seni suara dalam membaca Al-Qur’an telah turun-temu

BERSEMADI 20 Hari : Belajar dari Semut

Berawal dari salah seorang anggota di grup komunitas, yang membagikan informasi tentang adanya program BERSEMADI (BERkarya SElama raMAdan di blog pribaDI) oleh FLP Surabaya. Sembari melakukan aktivitas lain sebagai seorang istri, selama di rumah saja, dan ada beberapa program lainnya juga melalui daring. Saya ikut berpartisipasi dalam agenda BERSEMADI, setidaknya sambil rutin mengisi blog dan berbagi tulisan baik. Sebelumnya melalui proses pendaftaran dan sejenak melakukan diskusi, sebagai syarat keberlanjutan dan kelancaran program, bersama panitia. Menulis dengan tema yang ditentukan dan sama setiap harinya, harus disetor dengan batas waktu, selama dua puluh hari berturut-turut tidaklah mudah. Jauh lebih mudah ketika menulis dengan tema yang bebas dan tidak terikat, karena topik pembahasan yang sama selama hampir sebulan itu akan membuat pusing di antara kesibukan lainnya. Namun, semangat dan antusias teman-teman yang mengikuti adalah cambuk bagi kita semua untuk menuntas

Jenazah Positif COVID-19 Najiskah?

Tagar di rumah saja menjadi populer di berbagai penjuru media sosial saat ini, di tengah-tengah masih pro-kontranya masyarakat yang berusaha waspada atau yang terlalu santai. Covid-19 tak bisa dianggap angin lalu, wabah ini makin ke sini kian serius. Namun, bagaimana sikap terhadap pasien yang dinyatakan positif Corona ini? Ada beberapa komentar yang bergeming, bahwa penanganan pasien positif dianggap terlalu melebih-lebihkan seolah pasien tersebut najis. Jumlah penderita terinfeksi Virus Corona makin bertambah, ada yang berhasil sembuh dan bahkan meninggal dunia. Pihak medis Indonesia yang belum sempurna siap, baik dari segi alat maupun fasilitas yang ada, mengerahkan segala kemampuan mereka mempertaruhkan nyawa bahkan, sebagai garda terdepan. Tugas masyarakat adalah membantu mereka dengan ikut andil menghindari keramaian sebagaimana wacana dari pemerintah setempat, kecuali sangat perlu untuk ke luar (dengan kehati-hatian). Namun, masihkah ada yang belum mengetahui jelasnya ten