Kehidupan ini, ada
begitu banyak pengaruh yang dapat diciptakan dari suatu tulisan. Kata-kata yang
disampaikan ke dalam bentuk tulisan tergantung tujuan si penulis. Maka,
karakter seorang penulis sangat mempengaruhi isi dari tulisannya. Dengan siapa
ia berteman? Seperti apa lingkungannya? Apa tujuannya menulis? Hal apa yang
melatarbelakanginya menulis? Ada begitu banyak pertanyaan yang harus diajukan
kepada diri kita, dan berdiskusi dengan diri sendiri agar dapat menjawab dengan
bijaksana. Jangan sampai kita menulis untuk mengikuti keinginan pembaca, yang
beragam dan tidak akan ada habisnya, sehingga melupakan kaidah kepenulisan itu
sendiri.
Ada begitu banyak hal
yang berkelabat dalam pikiran saya pribadi, ketika saya harus bertanya “Mengapa
saya menulis?” Ketika hal buruk terjadi pada saya, merasakan sakitnya, saya
tidak ingin orang lain merasakan hal yang sama, maka saya menuliskannya. Tatkala
begitu banyak kejadian buruk di sekitar, atau hal yang menakjubkan, menjadi
peristiwa yang terekam di dalam memori ingatan, saya menuliskannya untuk melawan
rasa lupa, dan agar dapat mengambil pembelajaran darinya.
Manakala ada rasa
trauma atas suatu hal, saya menuliskannya, untuk melawan rasa trauma itu dan
melatih diri untuk mengobati serta menyembuhkan diri sendiri. Seperti halnya
ketika lebih dari dua tahun lalu saya kehilangan bayi kami, ada depresi yang
tak bisa dielakkan, saya menerapi diri sendiri dengan berbagai hal termasuk di
antaranya adalah dengan menulis, banyak orang turut menyemangati, termasuk
keluarga, namun rasa sakit itu adalah lebih cepat pemulihannya oleh semangat
yang berada dari dalam diri sendiri, sebab sakitnya badan tidak sama dengan
jiwa yang tertekan, terserah bagaimana pembaca menyikapi ketika membacanya. Poinnya
adalah letak di mana kita menulis, ada tulisan yang khusus ditujukan untuk diri
pribadi, ada pula tulisn yang boleh dinikmati oleh publik, sehingga tidak semua
tulisan harus diangkat ke permukaan. Biasakan diri kita untuk berbagi tulisan
yang baik.
Menulis tidak jauh dari
bacaan yang kita baca. Bacaan sangat berperan dalam isi tulisan yang
dituangkan. Ketika kita membaca cerita tentang pernikahan, ada gerak otomatis
di diri kita untuk menuliskan kisah bertemakan pernikahan pula, dalam bahasa
yang berbeda, dan lain sebagainya. Membaca
Al-Qur’an adalah aktifitas bacaan terbaik bagi saya pribadi sebagai muslimah,
sebelum membaca yang lain, agar hati menjadi terpaut dengan Al-Qur’an, dan
tulisan menjadi terjaga dari bahasa yang mengaksarakan keburukan.
Terfokus aktivitas di rumah
saja dalam Ramadan kali ini, merupakan suatu keadaan yang seharusnya menjadi
ruang pembelajaran bagi kita. Bahwa setiap
kerusakan yang terjadi di dunia ini, adalah karena ulah kita juga sebagai
manusia. Ada begitu banyak pilihan dalam mengonsumsi makanan, hanya perlu
menghindar dari makanan haram dan tidak baik. Akan tetapi karena tidak mampu
mengelola keinginan, ada banyak manusia yang tanpa bersalahnya menantang diri
dengan menyediakan dan melahap semua jenis makanan tanpa kompromi. Apa yang
terjadi? Salahsatunya ya Covid-19 ini. Ada aturan social distancing yang diterapkan
agar menekan angka penyebaran, namun masih banyak yang menganggap remeh,
yang terjadi kemudian adalah peningkatan jumlah penyebaran. Nah, bagaimana
ketika kita menulis hal buruk? Tulisan yang buruk akan kembali ke diri kita
pribadi, akan terjadi benturan lebih keras yang balik mental ke diri kita, jika
hal buruk kita tuliskan. Kita hanya perlu menanam tulisan kita dengan hal
positif, untuk mengikat ilmu dan pengalaman agar memanen hal yang positif pula.
Sebelum saya bergabung
di Forum Lingkar Pena (FLP) wilayah Aceh, pada 2009 silam, saya cenderung
menulis serentetan peristiwa yang terjadi di kehidupan hanya di buku diari/buku
harian. FLP menjadikan saya lebih berani menuangkan ke publik, terutama di
laman media sosial yang saya punya. Setelah bergabung dengan FLP, meski sebagai
anggota yang tidak berperan banyak, besar dan berarti.
Dulu, saya termasuk
lama menjadi bagian dari pengajar di salah satu taman pengajian yang ada di
domisili kami, sekitar delapan tahun lebih. Ketika mengajar, secara langsung
saya ikut belajar, memperkaya pengetahuan tentang agama yang menganjurkan amar
makruf dan nahi mungkar, agar menghindari salah ajar kepada santri. Saya berusaha
terus memantaskan diri, menjadi hamba Allah yang layak, dan berjuang berdakwah
lewat pena. Ya, meski pena sekarang sudah lebih mudah jangkauannya. Adanya media
daring yang semakin mudah diakses, sehingga saya tidak ingin menyia-nyiakan
akun media sosial yang saya punya, hanya dengan bentuk pasif.
Saya aktif memosting
status dan berbagi hal yang sekiranya dapat menjadi hikmah bagi siapa pun,
terutama bagi saya pribadi. Terserah ada yang baca atau tidak, apabila satu
orang saja membaca dan merasakan manfaat dari tulisan saya tersebut, maka
insyaallah pahala amal jariah yang saya dapatkan, dan itu menjadi kebahagiaan
tersendiri bagi saya pribadi. Nah, bagaimana nasib saya jika tulisan buruk dari
saya dinikmati orang lain? Sudah rugi hidup saya dengan menabung dosa jariah,
karena tulisan itu bisa saja dengan mudahnya telah tersebar lebih dari lima
orang minimalnya tanpa saya sadari, dan amat sulit menghapusnya kembali dari
ingatan orang karena begitu kuatnya kekuatan verbal dari bahasa.
Mengapa
Anda menulis? Jika untuk berbisnis, maka
berbisnislah dengan bahasa yang baik. Apabila karena demi menghibur, maka
hiburlah dalam bahasa yang baik. Jikalau
karena ingin berbagi inspirasi dan pengetahuan, maka bagilah ide-ide tersebut
dengan bahasa yang baik, dan lainnya. Mudah kan? Yuk, kita membiasakan menulis
yang baik dan benar! Diawali dengan membaca yang baik-baik, berdiskusi dengan
siapa pun yang dapat memperkaya tulisan kita, mempelajari lebih jauh tata
bahasa yang baik dan benar, agar dapat lebih santai dan lentur dalam
membahasakan sesuatu agar mudah dimengerti pembaca. [RAn]
*
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#BERSEMADI_HARIKE-11
Bersama #flp
#flpsurabaya
Komentar
Posting Komentar