Langsung ke konten utama

Membangun Pernikahan yang Diridai Allah



Pernikahan ibarat bangunan yang diciptakan dan terikat satu sama lain, agar kuat dan menjadi kokoh. Membangun hubungan penuh kasih, sayang, dan cinta saja tidak cukup, jika tanpa menyertainya dengan tujuan untuk memperoleh rahmat dan ridanya Allah. Pemenuhan syariat dalam hubungan bahtera pernikahan, sangat dipengaruhi ketika pernikahan dilandaskan mencintai karena Allah.

Wujud pernikahan yang diridai oleh Allah adalah pernikahan yang penuh dengan keberkahan di dalamnya. Ketidakberkahan dalam hubungan suami-istri, dapat dilihat ketika tidak adanya penerimaan dan saling memahami antar suami-istri. Sebaliknya manakala antar pasangan selalu senantiasa dalam menjaga perasaan satu sama lain, saling mendukung dalam berkebaikan dalam ikatan pernikahan, suami-istri saling mengelola untuk merawat rumah tangga, di situlah letak keberkahan akan dimulai, dan rida Allah datang melalui kebahagiaan hati yang dirasakan, karena merasa memiliki pasangan yang saling menenteramkan, rumah tangga akan sejuk meski banyak kekurangan di dalamnya dari segi pencapaian dunia.

Pernikahan yang baru dilayarkan atau yang telah bertahun-tahun lamanya, sama-sama memiliki ujian masing-masing. Sehingga itulah pernikahan disebut dengan tempat belajar atau sekolah yang paling lama, banyak hal yang harus dipelajari terus-menerus di dalam biduk pernikahan. Hubungan yang sakral dalam bentuk yang halal adalah bukan untuk dipermainkan, lantas untuk dijaga dan dibina dengan pengharapan yang paling tinggi terus dilangitkan dalam doa yang tiada berkesudahan. Karena, ketika berlayar, bahtera pernikahan akan banyak menemukan gelombang, sebelum menemukan pantai untuk mendarat, adalah upaya yang sangat luar biasa untuk tidak karam dalam mengarunginya.

Ramadan adalah wadah untuk saling mengintrospeksi diri masing-masing, sebagai pasangan suami-istri, apakah sudah berbuat banyak demi kebahagiaan dan kebaikan pernikahan yang telah dirajut? Banyak hal sederhana namun memberikan makna mendalam dalam arah perjalanan rumah tangga, kebahagiaan tidak berarti harus megah dan wah. Tidak sedikit pasangan yang melejit dalam karir, berjaya dalam jabatan, tabungan harta tak terhitung jumlahnya, namun tidak menemukan kebahagiaan dalam pernikahan mereka, sebab semuanya adalah soalan hati. Sejak awal adalah tentang tujuan suatu pernikahan itu dibangun, apakah karena nafsu dunia semata atau untuk perjalanan akhirat?

Suplemen dalam pernikahan adalah komunikasi yang baik, komunikasi dua arah, saling timbal balik, karena pembicaraan yang dikelola dengan baik akan sangat menunjang keberlangsungan pernikahan untuk waktu mendatang. Banyak hal yang dapat didiskusikan bersama pasangan, hal yang dibicarakan akan menemukankesepakatan bersama dalam menentukan sikap dalam hal tertentu, sehingga dapat meminimalisir pertengkaran, insyaallah.

Beberapa waktu lalu, di awal-awal wabah Covid-19 mulai marak terdengar kabar di Indonesia, memang sudah mulai adanya penerapan menjauhi keramaian dan menjaga jarak, dan sistem daring mulai lebih meningkat penggunaannya. Pelaksanaan beberapa aktivitas langsung mulai dikurangi pelan-pelan. Media sosial sedang mengangkat topik tentang lagu bergenre nasyid yang sedikitnya mengisahkan cinta Rasulullah kepada Ummul Aisyah, dan menjadi perbincangan banyak kalangan. Sebenarnya itu adalah lagu dakwah yang sudah lama ada, mulai naik kembali ke permukaan.

Ada begitu banyak pelajaran yang dapat diambil dari cara Rasulullah membina hubungan bersama Ummul Mukminun, yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari pada pernikahan masing-masing. Belajar dari cara Rasulullah bersikap terhadap Ummul Mukminun, bagi suami kepada istri, dan sebaliknya belajar dari Ummul Mukminun terhadap Rasulullah, bagi istri kepada suami, dengannya menjadi kunci keharmonisan dalam membina rumah tangga, disebabkan pilarnya langsung berdiri karena tujuan mencintai atas keinginan mendapat ridanya Allah.

Pernikahan yang harmonis biasanya diisi dengan selalu saling nasihat-menasihati karena Allah di dalamnya, saling bekerja sama karena pasangan adalah pendamping hidup yang punya makna mendalam dan cukup berarti.  Suasana rumah tangga jadi berbasis konsolidasi untuk mengamalkan amar makruf nahi mungkar. Maka, lahirlah pernikahan yang tenteram insyaallah karena selalu menghadirkan (mengingat) Allah di dalamnya, pernikahan lebih hidup dan bercahaya kebaikan di dalamnya.

“Perumpamaan rumah yang dijadikan sebagai tempat mengingat Allah dan rumah yang tidak dijadikan sebagai tempat mengingat Allah, adalah bagaikan perbedaan antara orang yang hidup dan mati.” (HR Muslim)



*
#inspirasiramadan #dirumahaja
#BERSEMADI_HARIKE-18
Bersama #flp #flpsurabaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Irama Bacaan Al-Qur’an

doc.animasipro | Rahma An *galeri Membaca Al-Qur’an dengan irama atau suara yang merdu dikenal dengan tilawah Al-Qur’an. Tilawah sudah dikenal sejak lama, yaitu membaguskan intonasi bacaan Alquran dengan menyertakan hati yang khusyuk. Membaca Alquran dengan indah akan lebih mudah dalam mendalami maknanya. Banyak pendapat ulama bahwasanya tilawah bukan sekadar membacanya dengan tartil, akan tetapi juga harus sesuai tajwid, makhraj, dan menyesuaikan dengan hukum bacaan. Tilawah adalah amalan yang dianjurkan, karena Allah menyukai orang yang membaguskan bacaan Qur’an-nya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam pernah lewat ketika Abu Musa sedang membaca Al-Qur’an, Nabi berhenti untuk mendengarkan bacaan sahabatnya tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh ia (Abu Musa) telah diberi keindahan suara sebagaimana keindahan suara keturunan Nabi Daud.” (HR Bukhari, Muslim) Seni suara dalam membaca Al-Qur’an telah turun-temu

BERSEMADI 20 Hari : Belajar dari Semut

Berawal dari salah seorang anggota di grup komunitas, yang membagikan informasi tentang adanya program BERSEMADI (BERkarya SElama raMAdan di blog pribaDI) oleh FLP Surabaya. Sembari melakukan aktivitas lain sebagai seorang istri, selama di rumah saja, dan ada beberapa program lainnya juga melalui daring. Saya ikut berpartisipasi dalam agenda BERSEMADI, setidaknya sambil rutin mengisi blog dan berbagi tulisan baik. Sebelumnya melalui proses pendaftaran dan sejenak melakukan diskusi, sebagai syarat keberlanjutan dan kelancaran program, bersama panitia. Menulis dengan tema yang ditentukan dan sama setiap harinya, harus disetor dengan batas waktu, selama dua puluh hari berturut-turut tidaklah mudah. Jauh lebih mudah ketika menulis dengan tema yang bebas dan tidak terikat, karena topik pembahasan yang sama selama hampir sebulan itu akan membuat pusing di antara kesibukan lainnya. Namun, semangat dan antusias teman-teman yang mengikuti adalah cambuk bagi kita semua untuk menuntas

Jenazah Positif COVID-19 Najiskah?

Tagar di rumah saja menjadi populer di berbagai penjuru media sosial saat ini, di tengah-tengah masih pro-kontranya masyarakat yang berusaha waspada atau yang terlalu santai. Covid-19 tak bisa dianggap angin lalu, wabah ini makin ke sini kian serius. Namun, bagaimana sikap terhadap pasien yang dinyatakan positif Corona ini? Ada beberapa komentar yang bergeming, bahwa penanganan pasien positif dianggap terlalu melebih-lebihkan seolah pasien tersebut najis. Jumlah penderita terinfeksi Virus Corona makin bertambah, ada yang berhasil sembuh dan bahkan meninggal dunia. Pihak medis Indonesia yang belum sempurna siap, baik dari segi alat maupun fasilitas yang ada, mengerahkan segala kemampuan mereka mempertaruhkan nyawa bahkan, sebagai garda terdepan. Tugas masyarakat adalah membantu mereka dengan ikut andil menghindari keramaian sebagaimana wacana dari pemerintah setempat, kecuali sangat perlu untuk ke luar (dengan kehati-hatian). Namun, masihkah ada yang belum mengetahui jelasnya ten