Langsung ke konten utama

Yuk, Atasi Kejenuhan dengan Hikmah

Salam kenal, agar lebih santai dan akrab, sapa saja saya dengan "Rahma". Kesan pertama saya harus jujur kan? Iya, saya tak dapat bohong, bahwasanya saya ingin ikut serta dalam berbagi semangat di laman blog, kali ini karena jenuh. Ya, jenuh sangat dengan keadaan di masa wabah global ini. Ingin rasanya lekas berlalu, maka dari itu saya dan kalian, kita semua harus sabar dengan instruksi di rumah saja, gunanya agar kejenuhan kita tidak sampai berkepanjangan.

Covid-19, masih penghuni baru di muka bumi ini (intonasi baca di muka bumi ini, ala lagunya kartun Doraemon yang punya baling-baling bambu dan kantong ajaib itu). Jadinya, para pakar kesehatan sangat butuh waktu untuk penelitian, dalam merumuskan obat dan anti virusnya. Sebab itulah, saya pribadi ingin menolong mereka dari hal paling kecil, dengan tidak menjadi penduduk bawel di planet bumi ini. Selama belum ada hal mendesak yang membuat saya harus ke luar, jadinya saya memilih jadi istri yang manis, yang baik dengan manut di rumah saja.

Suatu siang, usai dinas di dapur, saya mengeluarkan biola dari tempat penyimpanannya. Entah kenapa? Hari itu saya terlalu bersemangat hendak belajar nada dasar. Maklum, sudah berdebu dia (si Biola, yang saya beri nama Olla) disimpan, belum diajak main.

Saya belum menemukan guru biola yang perempuan, di sekitar domisili kami. Membuat saya harus ekstra otodidak belajar dari nol, mengenal si Olla dari awal. Pernah sampai saya tanya ke teman, setelah saya lihat status WhatsAppnya yang sedang membuat video anaknya belajar biola. Lha, ternyata itu sepupunya, yang sudah balik ke luar kota. Gagal lagi punya guru secara langsung.

Secara dari dulu saya suka dengan irama biola, suka saja, kena di hati. Jadi, tanpa saya sadari, diam-diam suami sedang menyiapkan hadiah buat saya, ditabung sedikit demi sedikit, selama setahun, khusus untuk membelikan si Olla buat saya. Terharu (tisu, mana tisu? Tisu! Hiks). Ya, saya merasa ada keterikatan batin saat memandang si Olla, ada rasa yang berbeda. Ini hadiah berbeda selain buku, dan hadiah manis lainnya dari pasangan halal saya, wajar kan?

Nah, di siang yang terik itu, dengan rasa lapar sambil menunggu suami pulang untuk makan bersama, beliau keluar karena mendesak. Saya kembali menyapa Olla. Saya menyetel senar dari awal karena hendak difungsikan, mengetem suara supaya bunyi jadi bagus. Eh, saking semangatnya, senar terlalu kencang, berhubung sudah lama baru dipakai lagi, lupa-lupa ingat arah setelannya. Ambyar, button telpiecenya patah, otomatis senarnya melayang ke mana-mana, seperti bulu si Tom yang kaget diusilin Jerry.

Syok, mendadak, rasa lapar hilang. Tak sesuai perencanaan. Saya scroll semua video tentang merakit ulang Biola di YouTube, yang paling berkesan saya tonton dan rapal sampai tuntas. Saya kirim pesan ke suami, minta tolong dibelikan lem G sambil pulang. Beliau pulang, terpana melihat di atas kasur, si Olla lagi dioperasi sama dokter dadakan. Akhirnya, setelah memutuskan makan siang terlebih dahulu, saya mempersiapkan energi untuk membedah Olla, sambil hati terus terpikir pasien tak bersalah itu.

Satu, dua, tiga, empat jam, sampai waktu salat ashar tiba, itu biola belum beres. Benar-benar jam semakin terasa berputar cepat, di hari ke tujuh instruksi pemerintah untuk di rumah saja. "Derrr!" Bunyi button kembali lepas dari tempatnya, bahkan lem G tak mempan, dan senar yang saya rakit ulang dari awal, kembali terbang ke arah berbeda. Ok, mandi dan menunaikan kewajiban ibadah dulu.

Bismillah, dengan dimulai basmalah, saya ulangi merakit ke tiga kalinya. Syukur, kali ini si Olla mulai siuman. Bahagianya saya, seperti remaja sekolah menengah atas mendengar pengumuman kelulusan ujian nasional. Sadar hari itu saya dapat ilmu baru yang berharga, sebagai tukang servis biola yang amatiran, itu sebuah anugerah baru di tengah kejenuhan berita seputar Covid-19 yang masih ramai diperbincangkan media. Mengalahkan ilmu pada saat memperbaiki printer yang rusak, ketika dipakai ponakan mengeprint skripsinya, lima cetakan sekaligus tanpa henti, dan si printer itu benar-benar cuti dalam waktu yang belum pasti.

Langsung saya punya ide untuk mengisi video baru di YouTube channel saya, yang baru dimulai, mengisinya sejak dalam masa di rumah saja. Berbagi ilmu seputar sejarah dan tentang biola bagi pemula, hitung-hitung belajar sambil berbagi apa yang dipelajari, syukur-syukur bermanfaat. Ya, begitu salahsatu hal yang saya bagi dalam edisi berbagi semangat dalam hal positif kali ini. Hasil videonya bisa dicek di:

Kesimpulannya, selalu ada hal baru sebagai hikmah, jika kita menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin, bahkan di tengah kejenuhan, dalam hal apapun, sesederhana apapun, bahkan jika hanya dengan menyemai bibit tomat sisa menumis sekalipun. Menyibukkan diri agar tidak stres, agar sehat jiwa, sehat fisik dan pikiran, upaya menjaga diri dari kondisi di luar yang belum stabil. Salam semangat! Insyaallah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

8 Irama Bacaan Al-Qur’an

doc.animasipro | Rahma An *galeri Membaca Al-Qur’an dengan irama atau suara yang merdu dikenal dengan tilawah Al-Qur’an. Tilawah sudah dikenal sejak lama, yaitu membaguskan intonasi bacaan Alquran dengan menyertakan hati yang khusyuk. Membaca Alquran dengan indah akan lebih mudah dalam mendalami maknanya. Banyak pendapat ulama bahwasanya tilawah bukan sekadar membacanya dengan tartil, akan tetapi juga harus sesuai tajwid, makhraj, dan menyesuaikan dengan hukum bacaan. Tilawah adalah amalan yang dianjurkan, karena Allah menyukai orang yang membaguskan bacaan Qur’an-nya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam pernah lewat ketika Abu Musa sedang membaca Al-Qur’an, Nabi berhenti untuk mendengarkan bacaan sahabatnya tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh ia (Abu Musa) telah diberi keindahan suara sebagaimana keindahan suara keturunan Nabi Daud.” (HR Bukhari, Muslim) Seni suara dalam membaca Al-Qur’an telah turun-temu

BERSEMADI 20 Hari : Belajar dari Semut

Berawal dari salah seorang anggota di grup komunitas, yang membagikan informasi tentang adanya program BERSEMADI (BERkarya SElama raMAdan di blog pribaDI) oleh FLP Surabaya. Sembari melakukan aktivitas lain sebagai seorang istri, selama di rumah saja, dan ada beberapa program lainnya juga melalui daring. Saya ikut berpartisipasi dalam agenda BERSEMADI, setidaknya sambil rutin mengisi blog dan berbagi tulisan baik. Sebelumnya melalui proses pendaftaran dan sejenak melakukan diskusi, sebagai syarat keberlanjutan dan kelancaran program, bersama panitia. Menulis dengan tema yang ditentukan dan sama setiap harinya, harus disetor dengan batas waktu, selama dua puluh hari berturut-turut tidaklah mudah. Jauh lebih mudah ketika menulis dengan tema yang bebas dan tidak terikat, karena topik pembahasan yang sama selama hampir sebulan itu akan membuat pusing di antara kesibukan lainnya. Namun, semangat dan antusias teman-teman yang mengikuti adalah cambuk bagi kita semua untuk menuntas

Jenazah Positif COVID-19 Najiskah?

Tagar di rumah saja menjadi populer di berbagai penjuru media sosial saat ini, di tengah-tengah masih pro-kontranya masyarakat yang berusaha waspada atau yang terlalu santai. Covid-19 tak bisa dianggap angin lalu, wabah ini makin ke sini kian serius. Namun, bagaimana sikap terhadap pasien yang dinyatakan positif Corona ini? Ada beberapa komentar yang bergeming, bahwa penanganan pasien positif dianggap terlalu melebih-lebihkan seolah pasien tersebut najis. Jumlah penderita terinfeksi Virus Corona makin bertambah, ada yang berhasil sembuh dan bahkan meninggal dunia. Pihak medis Indonesia yang belum sempurna siap, baik dari segi alat maupun fasilitas yang ada, mengerahkan segala kemampuan mereka mempertaruhkan nyawa bahkan, sebagai garda terdepan. Tugas masyarakat adalah membantu mereka dengan ikut andil menghindari keramaian sebagaimana wacana dari pemerintah setempat, kecuali sangat perlu untuk ke luar (dengan kehati-hatian). Namun, masihkah ada yang belum mengetahui jelasnya ten