Setelah merasa agak letih menempuh perjalanan dari rumah ke kampus, dan kalut dengan angkutan kota yang terlalu lambat atau tiba-tiba berlaju teramat kencang oleh sang supir. Tibalah di kampus dengan hati yang tidak tenang dan pori yang mulai basah oleh peluh. Ternyata terlambat dua puluh menit, saya memutuskan tidak jadi masuk mata kuliah tersebut disebabkan segan dengan dosen yang mengajar, beliau amat sangat disiplin. Sembari melangkah dengan dirunut malas, saya terhenti di sudut dinding sebuah bangunan RKU (Ruang Kuliah Umum), ada brosur menarik yang menjadi perhatian saya. Akan tetapi, enggan saya baca saat itu, dan saya putuskan untuk mengambil dan membawanya serta.
Perut saya terasa perih, saya lupa makan siang ternyata. Berhasil mendapatkan meja dan kursi kosong, tanpa pikir panjang saya memesan sepiring nasi beserta lauk kepada para pekerja kantin. Akhirnya saya sempatkan membaca brosur tadi, berisikan tentang perekrutan anggota baru FLP (Forum Lingkar Pena) wilayah Aceh. Jujur, saya memang senang menulis dan membaca semenjak lama, tetapi baru kali ini mengetahui ada forum seperti ini. Entah karena saya terlalu banyak ketinggalan informasi atau memang tertinggal informasi.
Ada keinginan untuk mengetahui lebih lanjut dan jelas tentang brosur yang selembar tersebut, saya putuskan menghubungi panitia secara langsung dan berniat akan banyak tanya kala mengambil formulir. Namun, diurung beberapa hal yang akhirnya brosur itu menjadi terlupakan kembali, tersimpan rapi di dalam tas.
Malamnya ketika hendak menyelesaikan tugas-tugas, brosur yang malang dan terabaikan kembali saya baca ulang. Antara ada niat dengan tidak, saya mencoba menyiapkan beberapa persyaratan yang harus disertakan ketika pengembalian formulir nanti. Tahap awal saya mencoba menulis tentang diri saya dengan cara yang berbeda, yang tidak seumpama ditanya ketika wawancara pekerjaan. Hangat terasa di pipi, tak disangka menetes si air mata ketika mengenang kembali sejarah siapa diri ini. Saya heran, mengapa salah satu persyaratan tersebut, bakal calon anggota harus menceritakan kehidupannya? Padahal begitu banyak ragam tulisan di dalam ranah tulis-menulis. Saya beranggapan bahwa, mungkin para panitia ingin sesuatu yang berbeda, dimana setiap orang terkadang lebih mudah menuliskan tentang diri oranglain dari pada dirinya sendiri.
Pasca Tsunami, keadaan memang membutuhkan banyak cerita setiap orang yang merasakannya. Belum lagi, perasaan bermacam-macam yang akan sedikit berbeda apabila diupayakan umbar di atas kertas. Sederetan kata-kata yang dirangkai juga akan andil terlibat dan mempengaruhi pembaca, bila memang punya kemampuan yang baik dalam merangkumnya dalam beberapa paragraph.
Keesokan harinya, tanpa sadar berkas-berkas sudah berada di meja panitia, saya menyelesaikan administrasi. Pikiran saya melayang pada banyak ruang lingkup baru yang akan saya tempuh beberapa hari kemudian, mungkin sebuah pengalaman baru yang dapat dijadikan kenangan di suatu masa depan.
***
Saya terbaring dengan jiwa yang nestapa, mata yang tidak terlihat binar bahagia, dan raga yang tidak sanggup digerakkan. Rasanya tidak dapat diungkapkan dengan apa pun, sakit sungguh. Bertemu dengan aspal, dengan terpental hebat. Peristiwa yang cukuplah pertama dan terakhir terjadi terhadap diri saya. Seminggu sudah saya dirawat intensif di rumah, karena saya tidak ingin membebani keluarga yang harus tinggal berlama bila saya dirawat di rumah sakit. Pupus harapan saya hendak mengetahui lebih lanjut tentang FLP. Karena, hari pelatihan dalam masa perekrutan bakal calon anggota telah berlalu sehari.
Tiba-tiba keesokan harinya saya merasa amat bersemangat, hingga memaksa duduk dan berjalan semampu mungkin. Saya terpaksa berbohong kepada keluarga, bahwa saya telah merasa segar dan sangat sehat. Saya amat sangat ingin berbaur dengan mereka yang sedang dalam masa-masa karantina, sambil menyerap pengetahuan baru dari pihak panitia.
Saya mengiba diantarkan ke lokasi, meski terlambat dua jam. Di sana saya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa terhadap diri saya kepada siapa pun. Meski sebenarnya tidak dipungkiri, wajah yang ibarat mayat namun hidup, walau dipaksa ceria. Kadang kala meringis menahan sakit yang tidak dapat diungkap.
Akan tetapi, apa yang terjadi lambat laun setelahnya? Suasana yang begitu kekeluargaan, agenda yang amat memotivasi, dan segala yang terjadi di ruangan alakadar tersebut membuat saya terlupa sama sekali akan rasa sakit. Saya menemukan banyak pembelajaran dalam belum sehari di sana. FLP adalah sesuatu yang berbeda, FLP penuh cinta karena Tuhan. Saya jadi berharap agar waktu jangan cepat melingkari angka-angka yang bernyawa di sebuah jam.
Tidak terasa hari terakhir, saya dinobatkan sebagai salah satu peserta terbaik dan berhak mendapatkan bingkisan manis yang bentuknya belum pun terwujud, masih berupa sampul depannya yang diperlihatkan melalui layar monitor sebuah komputer. Bahagia hati sungguh tidak terperi, seperti ada naungan Tuhan di atas kepala saya. Walau bingkisan yang sederhana bagi orang-orang tertentu, tetapi amat berbeda bagi saya. Mengingat pengorbanan saya yang bagai disulap keajaiban.
***
Hari ini, pertanggal 17 Februari 2012, berkisar hampir empat tahun saya tercatat sebagai anggota. Kendatipun belum banyak karya yang dapat saya ciptakan untuk mengejar asa dan membuat bangga nama FLP, namun saya bersyukur pernah menjadi bagian di dalamnya. FLP banyak mengajarkan saya tentang hikmah dalam balada hidup ini. Padahal, saya pernah ingin keluar dalam lingkaran forum ini, karena merasa belum dapat memberi lebih terhadapnya.
FLP adalah salah satu wadah, tali-temali Cinta Tuhan di atas bumi ini. Perjuangan para leluhurnya untuk membentuk dan memberi sifat terhadap FLP patut diberi penghargaan yang pantas oleh siapa pun. Semenjak awal berdirinya tidaklah mudah, penuh pembicaraan yang tidak layak untuk didengar telinga, dihayati oleh jiwa, dan dipahami akal. Dimulai dari tempat perkumpulan yang belum dapat dianggap layak, hingga jerih-payah semangat anggota untuk membangkitkan sebuah forum dalam bidang kepenulisan ini dalam berbagai hal.
FLP makin berpendar kian waktu, menjelajah hingga perbatasan laut. Namanya diusung megah, karena niat awal yang tidak buruk. Banyak karya yang telah dihasilkan demi mengubah zaman dan melawan lupa. Mengubah raut muka sedih menjadi bahagia, menggantikan gelap menjadi terang, penuh rimba emosi dalam benak dan pikir pembaca. Forum Lingkar Pena, yang terlahir di Indonesia. Patutlah bangga dan mengucap segala doa baik, untuk perjalanannya dalam setiap masa bergulir. Perjuangan menegakkan namanya dengan karya yang memberi arti, meski perlahan namun pasti.
Saya yakin, setiap kata yang diciptakan dalam rangka kebaikan, maka para penghuni langit akan ikut mengapresiasikannya melalui doa yang bersayap. Di mana mulai dipupuk? Ya, ketika bersama-sama melingkarinya dalam sebuah wadah, seumpama FLP. Yang dahulu saya berniat dan tidak dalam membersamainya, yang mungkin saya akan merasa sangat menyesal bila benar telah keluar dari lingkaran putih ini. Terharu dalam kasih bernama tulis.
*Selamat Milad FLP. Semoga berkah titianmu, yang kami terhimpun di dalamnya. Karena Tuhan. :”)
Komentar
Posting Komentar